Berikut adalah Puisi Chairi Anwar
AKU
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak jga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
DOA
kepada
pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seruluh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam
sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
dipintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
SAJAK PUTIH
Bersandar pada tali warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra
senja
Dihitam matamu kembang mawar
dan melati
Harum rambutmu
mengalunbergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam
mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu
terbuka
Selama matamu bagiku
menengadah
Selama kau darah mengalir dari
luka
Antara kita Mati datang tidak
membelah .....
LAGU SIUL
I
Laron pada mati
Terbakar di sumbu lampu
Aku juga menemu
Ajal dicerlang caya matamu
Heran ! ini badan yang selama
berjaga
Habis hangus di api matamu
‘Ku kayak tidak tahu saja.
II
Aku kira
Beginilah nanti jadinya:
Kau kawin, beranak dan
berbahagia
Sedang aku mengembara serupa
Ahasveros
Dikutuk sumpahi Eros
Aku merangkaki dinding buta,
Tak satu juga pintu terbuka.
Jadi baik kita padami
Unggunan api ini
Karena kau tidak ‘kan apa-apa,
Aku terpanggang tinggal rangka
SENJA DI PELABUHAN KECIL
buat sri ayati
Ini kali tidak ada yang
mencari cinta
di antara gudang, rumah tua,
pada cerita
tiang serta temali. Kapal,
perahu tiada berlaut
menghembus diri di dalam
mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada
juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari
lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan.
Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur
hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri.
Berjalan
menyisir semenanjung, masih
pengap harap
sekali tiba di ujung dan
sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sendu
penghabisan bisa terdekap.
CINTAKU JAUH DI PULAU
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng
sendiri.
Perahu melancar, bulan
memancar,
di leher kukalungkan oleh-oleh
buat si pacar.
angin membantu, laut terang,
tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya.
Di air yang tenang, di angin
mendayu,
di perasaan penghabisan segala
melaju
Ajal bertahta, sambil berkata
:
“Tujukan perahu ke pangkuanku
saja”.
Amboi! Jalan sudah bertahun
kutempuh !
Perahu yang bersama ‘kan
merapuh !
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan
cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku mati, dia mati iseng
sendiri.
0 komentar:
Post a Comment