SITU BAGENDIT
Dongeng Legenda
Pada zaman dahulu kala, konon beribu-ribu tahun sebelum Situ Bagendit menjadi “situ”, tempat
itu merupakan dataran desa yang subur. Di desa itu ada seorang janda kaya
bernama Nyi Endit yang berkuasa dan
ditakuti di desa tersebut. Kekayaannya yang berlimpah-limpah ia gunakan untuk
dipinjamkan kepada penduduk dengan bunga yang amat tinggi. Untuk keamanan
pribadinya, Nyi Endit memelihara beberapa orang jago sebagai tukang kepruk.
Jago-jago itu selain bertindak sebagai pengawal pribadi Nyi Endit, juga bisa
bertugas “menagih paksa” mereka yang meminjam uangnya dan pada waktunya tak mau
membayar utangnya.
Jika musim panen tiba, di halaman rumah Nyi Endit (yang lebih pantas disebut
istana) penuh padat oleh hasil pertanian, terutama padi. Pada suatu ketika,
datang musim kemarau yang amat panjang, mengakibatkan musim paceklik pun tiba,
yang menyengsarakan petani-petani yang hidupnya sudah amat melarat. Dalam tempo
singkat, penyakit kelaparan menghantui penduduk. Hampir setiap hari selalu ada
kabar kematian penduduk karena kelaparan.Tapi keadaan di istana tuan tanah dan
lintah darat Nyi Endit justru sebaliknya. Hampir seminggu sekali pesta bersama
sanak keluarga dan kerabatnya tetap diselenggarakan.
“Saudara-saudara makan dan minumlah sepuas hati .... Malam ini
kita rayakan keuntungan besar yang kuperoleh dari hasil panen tahun ini!” kata
Nyi Endit sambil tersenyum di depan tamu-tamunya.
Tiba-tiba di tengah pesta makan itu muncul
pegawai Nyi Endit dan menghadap perempuan itu. “Nyai, di luar ada pengemis yang
memaksa ingin masuk ruangan untuk minta sedekah!”
“Apa ?! Pengemis ? Tak ada sedekah yang
kuberikan ....Usir dia
!! teriak Nyi Endit. Tapi
ternyata yang dimaksud dengan pengemis itu telah berada di dalam ruangan itu. “Nyi
Endit kau memang benar-benar manusia kejam!” kata pengemis tua itu. “Mau apa
kau pengemis busuk! Pergi kau dari tempatku ini!” dengan gusar Nyi Endit
membentak.
Namun pengemis itu tetap diam tak beranjak dari tempatnya. Kemudian ia
berkata, “Tak mau memberikan sedekah pada manusia melarat macam aku? hm ...
sungguh terkutuk hidupmu Nyi endit ! Kau tega berpesta pora di tengah-tengah
rakyat kelaparan dan sekarat karena darahnya setiap hari kau hisap. Betul-betul
kau lintah darat terlaknat !”
Mendengar ucapan pengemis tua itu Nyi
Endit menjadi geram. “Binatang! Anak-anak, ayo kepruk dan cincang keledai
tua itu!” teriak Nyi Endit menyuruh pengawalnya. Serentak keempat pengawal Nyi
Endit itu mencabut goloknya masing-masing dan menyerbu pengemis tua itu. Tapi
dalam sekali gebrak keempat pengawal itu terlempar jatuh hingga beberapa meter.
Nyi Endit dan semua tamu yang hadir menjadi sangat terkejut, tak menduga si
pengemis itu memiliki kepandaian yang hebat.
“Nyi Endit, baiklah, sebelum aku
meninggalkan istanamu, karena ternyata kau tak mau berbaik hati kepadaku dan
manusia-manusia melarat lainnya. Aku ingin memberikan pertunjukan padamu ...”
kata pengemis itu seraya menancapkan sebatang ranting ke lantai. “Lihatlah!
Ranting ini sudah kutancapkan ke lantai. Nah, sekarang cabutlah kembali ranting
ini, bila tak sanggup kau boleh mewakilkan kepada orang lain!. Bila kalian bisa
mencabutnya, betul-betul kalian orang-orang yang paling mulia di dunia ini!.
Nyi Endit masih menganggap enteng pengemis
itu. Tapi ia begitu penasaran
untuk mencabut ranting itu, maka disuruh pengawalnya yang berbadan cukup kekar
untuk mencabutnya. Namun, tak satu pun pengawalnya yang sanggup mencabut
ranting itu.
Oleh karena Nyi Endit tetap sombong meskipun telah
menyaksikan kehebatan pengemis tua itu, akhirnya si pengemis pun mencabut
ranting itu dan keluarlah air. Mula-mula air itu kecil, namun lama kelamaan
membesar, yang akhirnya menggenangi seluruh desa. Nah, musnahlah seluruh harta Nyi Endit yang dikumpulkannya dengan
menghisap darah penduduk karena diterjang banjir yang dahsyat itu. Nah, air
itulah yang kini menjadi situ yang dikenal dengan nama Situ Bagendit.
0 komentar:
Post a Comment