PERASAAN
YANG TERHENTI
Rembulan telah tergantikan oleh mentari, gelap pun telah berubah
menjadi terang. Aku mulai bangkit dari tidurku, walapun rasanya sangat berat
untuk beranjak dari kasur empuk ku. Aku membuka jendela kamarku dan mulai
melirik matahari yang tersenyum malu-malu kepadaku, semakin lama semakin
terlihat senyumnya yang begitu terang. Burung-burung mulai keluar dan
menari-nari di atas hamparan samudra yang terbentang. Begitu indah, begitu
menggoda setiap mata yang melihat. “Mandi dulu Nak.” Terdengar suara ibu di
seberang kamar ku. “Iya Ibuku sayang” jawabku sambil ke luar kamar.
Setelah mandi dan siap berangkat ke tempat fitness, aku lihat
handphoneku yang dari tadi berada di kamar tidurku. Dua panggilan tak terjawab.
Aku buka dan nama Imel yang tertera dalam layar handphone. Aku hanya bisa
tersenyum saat melihat dan membacanya. Tak ada yang bisa ku lakukan, selain
kekecewaan atas ketidak tahuanku saat Imel menelpon. “Bu ... Nana berangkat
dulu ya Bu,” berlari menyambar sebuah kunci di atas meja. “Iya... hati-hati Nak
jangan ngebut di jalan,” timpal Ibu Ratna.
Aku mulai melajukan motor matic kesayanganku dengan santai.
Sesampai di depan rumah Imel saudaraku, aku ngak masuk tapi langsung mengambil
handphone kesayanganku dan menelepon Imel, “Mel..Imel manis ?” Ayo kita berangkat
udah siang nih!” Iya ...bentar sahut Imel ditelepon. Tak berapa lama Imel
muncul dari balik pintu rumah.”Hadeuh buru-buru amat sih Nana?” kan masih pagi,
rungut Imel pada Ratna. “Tadi ditelepon ngak jawab sekarang ngajak buru-buru,
dasar kamu, Nana!?” Aku hanya diam saja memperhatikan Imel yang lagi
membetulkan bajunya. “Cepetan naik!”Ajak Ratna sambil menyalakan motornya.
“Ah..akhirnya nyampai juga nih, kata Imel sambil turun dari
motor matic Ratna.” Dan setelah memarkir motor maticnya Ratna mengajak dan
menarik lengan Imel langsung masuk ke tempat fitnes. “Pelan dong, nyantai aja
lagi,” kata Imel sambil manyun. Berbasa-basi
sebentar dengan petugas, langsung masuk
ke ruang ganti pakaian. Tiga puluh menit sudah Ratna dan Imel fitnes, sambil istirahat
dan mengeringkan keringat mereka minum air mineral sambil bergurau.
“Mel...Mel...,liat...liat tuh”, kata Ratna sambil menepuk bahu
Imel. “Ada apa sih?”Segitunya amat sih. “Pokoknya kamu liat bentar aja,” paksa Ratna.
“Wow...”pantesan kamu nyuruh liat...menakjubkan ganteng amat...,kata Imel. Iya
makanya...sambil mencubit Imel. “Aduuuh...napa sih Nana?” Naksir ya? “Lom tentu
dia demen sama lho,” kata Ratna sambil mengusap-usap bekas cubitan. “Yaaa
...gitu deh,” Ratna tertunduk, tersipu malu meronalah pipinya. Mereka berdua
terus memandang dan memperhatikan cowok yang baru datang ke tempat tersebut
untuk fitnes.
Tak lama cowok tersebut melakukan aktivitasnya, lalu duduk
bersebrangan dengan Ratna dan Imel sambil menyeka keringat dengan handuk
kecilnya. Dia tersenyum pada kedua gadis yang sedari tadi memperhatikannya.
Deg..hati Ratna seolah-olah terkena setrum. “Minum de...,” tawarnya, sambil
mendekati. “I ..i..iyaa...makasih ada ni
juga,” sahut Ratna gugup terbawa oleh perasaannya. “Sudah sering datang ke
tempat ini?” Lanjutnya lagi. “Sering juga mas.” “Kok baru ketemu ya,”
selorohnya lagi. “Aku dan saudaraku ini biasanya ke sini tiap hari Minggu saja,
kebutulan hari ini libur jadi ngak ada kegiatan lain makanya datang ke sini
untuk cari keringat,” sahut Ratna dengan
nada yang masih sedikit gugup. “Oh begitu,” timpalnya singkat.
Sesaat mereka terdiam dengan pikirannya masing-masing, entah apa
yang terlintas di benak mereka bertiga. Tiba-tiba laki-laki di hadapan Ratna
dan Imel bicara mengagetkan, terutama bagi Ratna. “Namanya siapa ya?” sambil
mengulurkan tangannya. “Li..na.. eh... anu bukan Rat..na ding. ”Yang ini saudaranya? siapa
namanya?” “Aku Imel, mas dengan gesit Imel mengulurkan tangannya.”
“Hem...”cantik-cantik namanya seperti orangnya. “Aku Raka.”
“Ok ..silakan dilanjutin aku buru-buru harus pulang ada yang
harus dikerjakan di rumah,” sambil berdiri. “Oh ya lupa, boleh minta no
handphonenya?” Hallo ..boleh minta nomor handphonenya? Sekali lagi Raka
bertanya. Melihat Ratna yang melongo sedari tadi.”Haey ...tuh dia minta nomor
hpmu, Nana??”Napa sih bengong aja tar kesambet lho, kata Imel. “Bo ... bo...boleh kok mas,
ini...” kemudian Ratna menyebutkan nomor handphonenya dan mereka tukeran nomor
handphone masing-masing. “Makasih ya...” “Sama-sama..,” kini Imel yang
menyahut, karena melihat Ratna masih gugup. “Maafin ya mas saudara saya ini,
emang suka begini kalau liat yang asing dan ganteng hehehe...”lanjut Imel.
“Ngak masalah kok,” selamat berjumpa kembali ya ?!” katanya lalu pergi
meninggalkan mereka berdua.
Tak terasa 3 bulan pun berlalu dengan cepat, Ratna dan Raka
semakin akrab dan mereka pun sering jalan berdua, makan berdua dan kadang
nonton berdua pula tanpa harus dibarengi dengan Imel saudaranya. Ratna
benar-benar jatuh cinta sama Raka. Mereka berdua sudah saling mengenal dan ngak
ada hal-hal yang disembunyikan satu sama lainnya, termasuk sebenarnya Ratna
masih berstatus sebagai seorang pelajar dan bagi Raka ngak masalah. Walaupun
awalnya Raka menyangka Ratna adalah seorang yang sudah bekerja dilihat dari
tubuh dan sikapnya Ratna yang lebih dewasa.
Ratna mencintainya tanpa
batas, menerima dan mengakui kekurangannya. Setiap malam Ratna selalu berkata dalam hati, “Aku menyayangimu
apa adanya Ka, tanpa aku meminta kamu harus sesempurna tuhan. Aku tahu dan aku
sadar, tak ada makhluk tuhan yang sangat sempurna, karena kesempurnaan adalah
milik tuhan. Bagiku sempurna itu memiliki arti tersendiri, seperti hidupku
sempurna jika bersamamu.”
“Raka... rasa rindu ini tanpa ku minta mulai menghantui hidupku
lagi, aku begitu merindukanmu Ka, namamu selalu berderetan bagai perahu layar
yang keluar dari ujung lautan yang semakin lama semakin terlihat membesar. Kamu
adalah laki-laki idamanku, hingga aku begitu mengagumimu. Kau bukan sahabatku
tapi tambatan hatiku, karena itu aku tak ingin keberadaanku di hatimu sia-sia.”
Malam merayap, merambat, dan menepati janjinya, pekat dan sunyi
kembali melaruti alam, perlahan aku mulai memejamkan mata, tiba-tiba ponselku
berbunyi tanda adanya pesan masuk, nama Raka tertera dalam layar handphone ku,
dengan hati senang tak karuan perlahan mulai ku baca smsnya. “Sayang lagi apa?”
Baru saja mau sms, eh dia sms duluan, batinku, hem.... “Lagi tiduran aja, kalau
kamu sayang?” “Lagi main game, pusing banyak tugas.” “Kok main game terus,
lakuin hal yang bermanfaat kek,”selorohku. “Sms Imel?” “Kalau sms aku
bermanfaat, sms aku aja setiap detik :heee..” “Insya Allah sayang,”sambungnya
lagi dengan mesra. Aku dan Raka berkomunikasi cukup lama. Aku mendengarkan
ceritanya, begitupun sebaliknya. Betapa bahagianya perasaan Ratna saat itu,
hatinya berbunga-bunga, seakan hidupnya berwarna dengan kehadiran sms dari Raka
malam itu. Malam itupun berlalu begitu cepat. Tapi tidak dengan rasaku
untuknya. Rasa ini semakin lama semakin mentahta di relung hatiku, membuatku
takut kehilangan dirinya. Sampai tak terasa Ratna tertidur dengan pules sambil
tetap memegang ponselnya.
Pagi harinya Ratna memberanikan diri untuk memulai pembicaraan
lagi lewat telepon dengan lelaki yang begitu idolakan dan dicintai itu, lelaki
yang tak pernah luput dari perhatian Ratna. “Sayang, lagi sibuk gak?” “Iya ni
sayang, aku lagi sibuk. Entar aku sms ya sayang” “Ya udah gak apa-apa sayang,”
Sahut Ratna lalu menutup telepon dengan perasaan sedikit kecewa. Tak berapa
lama handphone Ratna berdering kembali, ternyata Raka sms, “Ratna sayang...kita
bisa bertemu sekarang?” Begitu bunyi sms Raka. “Apa yang ngak bisa buat kamu
sayang,” balas Ratna. “Ok... kalau gitu kita ketemu di tempat biasa.”
“Iya...sayang segera aku ke sana,”timpal Ratna.
Tak berapa lama Ratna sampai di tempat itu, ternyata Raka sudah
ada di sana. “Dah lama nunggu ya sayang?”sapa Ratna. “Ngak juga baru aja aku
duduk,” timpal Raka. “Nana boleh ngak aku jujur sama kamu?”kata Raka penuh
dengan keraguan dan kebingungan. “Ih ..emang kenapa dan mau bicarain apa sih
sayang?” “Bicara aja!” Lanjut Ratna. “Nana...,sebenarnya berat untuk kukatakan
padamu,”terhenti sejenak perkataannya. “jangan kecewa ya Nana?” “Jangan merasa
dikhinati olehku.”
“Sebenarnya aku itu sudah dijodohkan oleh orang tuaku pada
seorang gadis yang bernama Aurel, aku ngak bisa berbuat apa-apa dan sangat
sulit untuk menolak keinginan orang tuaku itu.”Sambil tersendat suaranya. Aku
ngak kuasa menolak Nana...” “Aku ngak
mampu Nana.” ” Walau perasaan ini ngak bisa dibohongin.” “Orang tuaku berhutang
budi pada keluarga mereka.” “Aku tahu bukan zaman Siti Nurbaya lagi, pilihan
berat bagiku Nana.” Berat ...sungguh berat. “Dengan keputusan ini pasti kamu
tersakiti, begitu pula aku sakit, Nana.”
“Maafin aku ya Nana,”sambil memegang erat tangan Ratna. “Maafin
...” JeeDeer.. bagai disambar petir di siang bolong. Remuk sudah perasaan Ratna,
hancur sudah benih-benih cinta yang telah tumbuh subur, oleh keadaan yang ngak
bersahabat, oleh kondisi yang ngak mesti membebat. Tiada banyak kata yang
terucap dari mulut mungil Ratna, hanya air mata yang mulai belinang setes menetes
membasahi lesung pipi Ratna. Dan hanya sepenggal kata “Oh..”
Hanya itu yang dapat aku katakan, lidahku kaku, lidahku kelu. Pandangan
nanar dan gelap. Tak dapat berbicara apa-apa. Biarkan rasa sakit ini kupendam
sendiri, biarlah kepedihan ini kubawa sendiri, tak perlu ada yang tahu karena
ini adalah pilihan terbaik untuk saat ini. Aku merasa kehilangan Raka. Raka
yang sangat dicintai dan disayangi selama ini. Kehilangan Raka seperti seribu
sembilu yang menusuk dan menyayat-nyayat hatiku. Mengapa dia harus datang di
hidupku, mengapa dia harus hadir di perjalananku, jika akhirnya dia akan pergi
juga? Bukankah lebih baik dari awal tak usah hadir saja.
Dunia seperti terhenti berputar, jutaan anak panah seperti
tertancap dalam di jantungku, dan aku tak dapat bernafas, bulu-buluku terasa
merinding dan berdiri, mataku mulai berlinang-linang dan semakin tak dapat ku
tahan tetes demi tetes air mata yang mengalir deras membasahi kedua pipiku. Aku
begitu menyayangi Raka, dia sudah menjadi bagian dari nafasku selama beberapa
bulan terakhir ini. Aku tak mungkin melupakan seseorang yang telah mengisi
hari-hariku selama ini. “Ah..”
0 komentar:
Post a Comment