Wednesday, April 5, 2017

Permendikbud No. 10 2017 Tentang Perlindungan Bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017
Uung 9 - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Hal tersebut dimaksudkan untuk mendukung fungsi dan peran strategis pendidik dan tenaga kependidikan.

Permendikbud tersebut tertanggal 28 Februari 2017. Berdasarkan Permendikbud tersebut ada empat perlindungan bagi pendidik dan tenaga kependidikan. Keempatnya meliputi : perlindungan hukum, profesi, keselamatan dan kesehtan kerja, dan hak atas kekayaan intelektual.

Dengan Permendikbut ini akan lebih memberikan jaminan perlindungan bagi pendidik dan tenaga kependidikan yang menghadapi permasalahan terkait dalam pelaksanaan tugasnya.

Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum bagi pendidik dan tenaga kependidikan mencakup : perlindungan terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, dan perlakuan tidak adil. Baik yang dilakukan oleh peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, maupun pihak-pihak lainnya.

Perlindungan Profesi

Perlindungan profesi pendidik dan tenaga kependidikan mencakup perlindungan terhadap : (1) pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, (2) pemberian imbalan yang tidak wajar, (3) pembatasan dalam menyampaikan pandangan, (4) pelecehan terhadap profesi, dan (5) pembatasan atau pelarangan lain yang dapat menghambat pendidikan dan tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugas.

Perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Pendidik dan tenaga kependidikan wajib mendapatkan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Perlindungan ini mencakup : (1) gangguan keamanan kerja, (2) kecelakaan kerja, (3) kebakaran pada waktu kerja, (4) bencana alam, (5) kesehatan lingkungan kerja, dan (6) risiko lain.

Perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual

Perlindungan hak atas kekayaan intelektual bagi pendidik dan tenaga kependidikan meliputi perlindungan terhadap hak cipta dan hak kekayaan industri.

Selengkapnya silakan download Permendikbud Nomor 10 tahun 2017 tentang Perlindungan bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Klik di sini.

Dengan diterbitkannya Permendikbud Nomor 10 tahun 2017 ini diharapkan pendidik dan tenaga kependidikan lebih tenang, tenteram, dan terjamin selama menjalankan tugas demi mencerdaskan anak bangsa. Semoga.


Monday, April 3, 2017

Puisi: 'Ibrahim' Karya Ibrahim Sattah

Puisi Ibrahim Sattah yang berjudul 'Ibrahim'

Uung 9 - Ibrahim Sattah lahir tahun 1943 di Tarempa, Pulau Tujuh, Riau. Ibrahim Sattah yang tercatat sebagai anggota Polri ini mulai dikenal ketika puisi-puisinya dimuat di majalah sastra Horison pada tahun 70-an. Salah satu puisinya berjudul Ibrahim yang ditulis tahun 1980.

IBRAHIM

I
maaaaaaak bulan menjilat kudaku huu bulan tak malu
lihat ‘tu kuda menggeliat talinya putus
shiii hausnya putus
mak minta parang – mau apa parang – mau nebang pering -
- mau apa pering - mau juluk bulan – mau apa bulan –
- maaaaaaak kudaku kaku kudaku kaku kudaku –
- kaku
- ?

II
alangkah sukanya masa kanak kemanamana main kasti
kemanamana lari ke tiangtiang
kena rejam maka tak jadi menang
cokcok kelupit kelupit tulang daing
dilidi dilecit dicubit dilepas sampai jauh
mengerling
pergi
sejauh hati
semakin jauh
ke rimba di rimba ke rimba sansauna
ke mana kita katamu kataku diamlah kau
naga tak ada singa tak ada rimau tak ada di sana
sansauna lebih hebat dari naga lebih bisa dari singa
lebih pukau dari rimba
dari walau
wa
walau
wa
walau
wu
walau
wi

                                                                                                                                     1980

Pengertian dan Fungsi Bahasa Prokem

Bahasa Prokem
Uung 9 - Bahasa sandi, yang dipakai dan digemari oleh kalangan remaja tertentu adalah bahasa prokem. Bahasa ini konon berasal dari kalangan preman. Bahasa prokem ini digunakan sebagai sarana komunikasi di antara remaja sekelompoknya selama kurun waktu tertentu. 

Sarana komunikasi diperlukan oleh remaja untuk menyampaikan hal-hal yang dianggap tertutup untuk kelompok lain agar pihak lain tidak dapat mengetahui apa yang sedang dibicarakannya. Bahasa prokem tumbuh dan berkembang sesuai dengan latar belakang sosial budaya pemakainya. Hal itu merupakan perilaku kebahasaan dan bersifat universal.

Pembendaharaan kata atau kosa kata bahasa prokem di Indonesia diambil dari kosa kata bahasa yang hidup di lingkungan kelompok remaja tertentu. Pembentukan kata dan maknanya sangat beragam dan bergantung pada kreativitas pemakainya. 

Bahasa prokem berfungsi sebagai ekspresi rasa kebersamaan para pemakainya. Selain itu, dengan menggunakan bahasa prokem, mereka ingin menyatakan diri sebagai anggota kelompok masyarakat yang berbeda dari kelompok masyarakat yang lain.
Berikut ini merupakan contoh kata bahasa prokem ;
bokap              ‘bapak’
bonyok             ‘bapak dan ibu’
cacing              ‘petugas keamanan’
hebring             'sangat hebat’
doku                ‘uang’
doi                   ‘dia’
cuek                 ‘tidak acuh’

Keberadaan dan kehadiran bahasa prokem itu dapat dianggap wajar karena sesuai dengan tuntuan perkembangan nurani anak usia remaja. Masa hidupnya terbatas sesuai dengan perkembangan usia remaja. Selain itu, pemakainnya pun terbatas pula dikalangan remaja kelompok usia tertentu dan bersifat tidak resmi.


Jika berada di luar lingkungan kelompoknya, bahasa yang digunakan beralih ke bahasa lain yang berlaku secara umum di lingkungan masyarakat tempat mereka berada. Jadi, kehadirannya (bahasa prokem) di dalam pertumbuhan bahasa Indonesia atau pun bahasa daerah tidak perlu dirisaukan karena bahasa itu masing-masing akan tumbuh dan berkembang sendiri sesuai dengan fungsi dan keperluannya masing-masing.

Sunday, December 25, 2016

Penggunaan Tanda Baca ‘Titik Koma’


Selain tanda titik dan dan tanda koma, ada juga tanda yang lain yaitu tanda titik koma. Tanda titik koma (;) bisa digunakan atau dipakai dalam :
1.Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Contoh :
Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga.
2. Tanda titik koma dapat digunakan atau dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk.
Contoh :
Ibu mengurus tanaman di kebun itu; Ayah sibuk bekerja di kantor; Adik bermain di halaman belakang; saya sendiri asyik mendengarkan lagu dari radio.

Monday, October 31, 2016

Cerpen : Bersiap Kecewa Bersedih Tanpa Kata-kata Karya Putu Wijaya

Bersiap Kecewa Bersedih Tanpa Kata-kata  Karya Putu Wijaya

(Buat GM)

Aku menunggu setengah jam sampai toko bunga itu buka. Tapi satu jam kemudian aku belum berhasil memilih. Tak ada yang mantap. Penjaga toko itu sampai bosan menyapa dan memujikan dagangannya.


Ketika hampir aku putuskan untuk mencari ke tempat lain, suara seorang perempuan menyapa.
”Mencari bunga untuk apa Pak?”
Aku menoleh dan menemukan seorang gadis cantik usianya di bawah 25 tahun. Atau mungkin kurang dari itu.
”Bunga untuk ulang tahun.”
”Yang harganya sekitar berapa Pak?”
”Harga tak jadi soal.”
”Bagaimana kalau ini?”
Ia memberi isyarat supaya aku mengikuti.
”Itu?”
Ia menunjuk ke sebuah rangkain bunga tulip dan mawar berwarna pastel. Bunga yang sudah beberapa kali aku lewati dan sama sekali tak menarik perhatianku.
”Itu saya sendiri yang merangkainya.”
Mendadak bunga yang semula tak aku lihat sebelah mata itu berubah. Tolol kalau aku tidak menyambarnya. Langsung aku mengangguk.
”Ya, ini yang aku cari.’
Dia mengangguk senang.
”Mau diantar atau dibawa sendiri?”
”Bawa sendiri saja. Tapi berapa duit?”
Ia kelihatan bimbang.
”Berapa duit.”
”Maaf sebenarnya ini tak dijual. Tapi kalau Bapak mau nanti saya bikinkan lagi.”
”Tidak, aku mau ini.”
”Bagaimana kalau itu?”
Ia menunjuk ke bunga lain.
”Tidak. Ini!”
”Tapi itu tak dijual.”
”Kenapa?”
”Karena dibuat bukan untuk dijual.”
Aku ketawa.
”Sudah, katakan saja berapa duit? Satu juta?” kataku bercanda.
”Dua.”
”Dua apa?”
”Dua juta.”
Aku melongo. Mana mungkin ada bunga berharga dua juta. Dan bunga itu jadi semakin indah. Aku mulai penasaran.
”Jadi, benar-benar tidak dijual?”
”Tidak.”
Aku pandangi dia. Dan dia tersenyum seperti menang. Lalu menunjuk lagi bunga yang lain.
”Bagaimana kalau itu?”
Aku sama sekali tak menoleh. Aku keluarkan dompetku, lalu memeriksa isinya. Kukeluarkan semua. Hanya 900 ratus ribu. Jauh dari harga. Tapi aku taruh di atas meja berikut uang receh logam.
Dia tercengang.
”Bapak mau beli?”
”Ya. Tapi aku hanya punya 900 ribu. Itu juga berarti aku harus jalan kaki pulang. Aku tidak mengerti bunga. Tapi aku menghargai perasaanmu yang merangkainya. Aku merasakan kelembutannya, tapi juga ketegasan dan kegairahan dalam karyamu itu. Aku mau beli bunga kamu yang tak dijual ini.”
Dia berpikir. Setelah itu menyerah.
”Ya, sudah, Bapak ambil saja. Bapak perlu duit berapa untuk pulang?”
Aku terpesona tak percaya.
”Bapak perlu berapa duit untuk ongkos pulang?”
”Duapuluh ribu cukup.”
”Rumah Bapak di mana?”
”Cirendeu.”
”Cirendeu kan jauh?”
”Memang, tapi dilewati angkot.”
”Bapak mau naik angkot bawa bunga yang aku rangkai?”
”Habis, naik apa lagi?”
”Tapi angkot?”
”Apa salahnya. Bunga yang sebagus itu tidak akan berubah meskipun naik gerobak.”
”Bukan begitu.”
”O, kamu tersinggung bunga kamu dibawa angkot? Kalau begitu aku jalan kaki saja.”
”Bapak mau jalan kaki bawa bunga?”
”Ya, hitung-hitung olahraga.”
Dia menatap tajam.
”Bapak bisa ditabrak motor. Bapak ambil saja uang Bapak 150 untuk ongkos taksi.”
Aku tercengang.
”Kurang?”
“Tidak. Itu bukan hanya cukup untuk naik Blue Bird, tapi juga cukup untuk makan double BB di BK PIM.”
Dia tersenyum. Cantik sekali.
”Silakan. Bapak perlu kartu ucapan selamat di bunga?”
”Tidak.”
Dia berpikir.
”Jadi, bukan untuk diberikan kepada seseorang? Bunga ini saya rangkai untuk diberikan pada seseorang.”
”Memang. Untuk diberikan pada seseorang.”
”Yang dicintai mestinya.”
”Ya. Jelas!”
”Sebaiknya, Bapak tambahkan ucapannya. Bunga ini saya rangkai untuk diantar dengan ucapan. Diambil dari puisi siapa begitu yang terkenal. Misalnya Kahlil Gibran.”
Aku terpesona lalu mengangguk.
”Setuju. Tapi tolong dicarikan puisinya dan sekaligus dituliskan.”
Ia cepat ke belakang mejanya mengambil kartu.
”Sebaiknya Bapak saja yang menulis.”
”Tidak. Kamu.”
Ia tersenyum lagi mungkin merasa lucu. Lalu menyodorkan sebuah buku kumpulan sajak. Aku menolak.
”Kamu saja yang memilih.”
”Tapi, saya tidak tahu yang mana untuk siapa dulu.”
”Pokoknya yang bagus. Yang positip.”
”Cinta, persahabatan, atau sayang?”
”Semuanya.”
Ia tertawa. Lalu menulis. Tampaknya ia sudah hapal di luar kepala isi buku itu. Ketika ia menunjukkan tulisannya, aku terhenyak. Itu bukan sajak Gibran, tapi kalimat yang ditarik dari sajak Di Beranda Itu Angin Tak Berembus Lagi karya Goenawan Mohamad:
”Bersiap kecewa, bersedih tanpa kata-kata.”
Aku terharu. Pantas Nelson Mandela mengaku mendapat inspirasi untuk bertahan selama 26 tahun di penjara Robben karena puisi.
”Bagus?”
Aku tiba-tiba tak sanggup menahan haru. Air mataku menetes dengan sangat memalukan. Cepat-cepat kuhapus.
”Saya juga sering menangis membacanya, Pak.”
”Ya?”
”Ya. Tapi sebaiknya Bapak tandatangani sekarang, nanti lupa.”
Aku menggeleng. Aku kembalikan kartu itu kepadanya.
”Kamu saja yang tanda tangan.”
”Kenapa saya?”
”Kan kamu yang tadi menulis.”
”Tapi itu untuk Bapak.”
”Ya memang.”
Ia bingung.
”Kamu tidak mau menandatangani apa yang sudah kamu tulis?”
”Tapi, saya menulis itu untuk Bapak.”
”Makanya!”
Ia kembali bingung.
”Kamu tak mau mengucapkan selamat ulang tahun buat aku?”
Dia bengong.
”Aku memang tak pantas diberi ucapan selamat.”
”Jadi, bunga ini untuk Bapak?”
”Ya.”
”Bapak membelinya untuk Bapak sendiri?”
”Ya. Apa salahnya?”
”Bapak yang ulang tahun?”
”Ya.”
Dia menatapku tak percaya.
”Kenapa?”
”Mestinya mereka yang yang mengirimkan bunga untuk Bapak.”
”Mereka siapa?”
”Ya, keluarga Bapak. Teman-teman Bapak. Anak Bapak, istri Bapak, atau pacar Bapak…”
”Mereka terlalu sibuk.”
”Mengucapkan selamat tidak pernah mengganggu kesibukan.”
”Tapi itu kenyataannya. Jadi aku beli bunga untuk diriku sendiri dan ucapkan selamat untuk diriku sendiri karena kau juga tidak mau!”
Aku ambil uangku dan letakkan lebih dekat ke jangkauannya. Lalu aku ambil bunga itu.
”Terima kasih. Baru sekali ini aku ketemu bunga yang harganya 900 ribu.”
Aku tersenyum untuk meyakinkan dia bahwa aku tak marah. Percakapan kami tadi terlalu indah. Bunga itu hanya bonusnya. Aku sudah mendapat hadiah ulang tahun yang lain dari yang lain.
Tapi sebelum aku keluar pintu toko, dia menyusul.
”Ini uang Bapak,” katanya memasukkan uang ke kantung bajuku sambil meraih bunga dari tanganku, ”Bapak simpan saja.”
”Kenapa? Kan sudah aku beli?”
Aku raih bunga itu lagi, tapi dia mengelak.
”Tidak perlu dibeli. Ini hadiah dariku untuk Bapak. Dan aku mau ngantar Bapak pulang. Tunjukkan saja jalannya. Itu mobilku.”
Dia menunjuk ke sebuah Ferrari merah yang seperti nyengir di depan toko.
”Aku pemilik toko ini.”
Aku terkejut. Sejak itulah hidupku berubah.

Jakarta, 30 Juni 2011